Sistem
ekskresi adalah sistem pembuangan zat-zat sisa pada makhluk hidup seperti karbon dioksida, urea,
racun dan lainnya.
1.
Sistem
kemih
a.
Ginjal
Ginjal
adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang.
Sebagai bagian dari sistem urin,
ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea)
dari darah dan membuangnya bersama dengan air
dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang
mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi. Manusia memiliki sepasang ginjal yang
terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan
kiri tulang belakang,
di bawah hati dan limpa.
Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar
suprarenal).
Ginjal
adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal
bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke
medial. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan
biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.
Sebagian
dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga
ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal
dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan.
Berat dan
besar ginjal bervariasi; hal ini tergantung jenis kelamin, umur, serta ada
tidaknya ginjal pada sisi lain.Pada orang dewasa, rata-rata ginjal memiliki
ukuran panjang sekitar 11,5 cm, lebar sekitar 6 cm dan ketebalan 3,5 cm dengan
berat sekitar 120-170 gram atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.[1] Ginjal memiliki bentuk seperti
kacang dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Di tiap ginjal terdapat bukaan
yang disebut hilus yang menghubungkan arteri renal, vena renal, dan ureter.
b.
Nefron
Nefron
adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus kontortus proximal, tubulus kontortus distal dan duktus
koligentes.[1] Masing-masing ginjal manusia
terdiri dari kurang lebih 1 juta nefron, masing-masing mampu membentuk urin.
Ginjal tidak dapat nefron membentuk nefron
baru, oleh karena itu jika ada kerusakan nefron karena trauma ginjal atau
penyakit ginjal jumlah nefron akan trun bertahap. Jumlah nefron berfungsi akan
menurun kira-kira 10% setiap 10 tahun. Berkurangnya fungsi ini tidak mengancam
jiwa karena perubahan adaptif sisa nefron menyebabkan nefron tersebut dapat
mengeluarkan air, elektrolit, dan
produk sisa dalam jumlah yang tepat.[2]
Setiap
nefron terdiri dari komponen
vaskuler dan komponen
tubulus.
c.
Urin
Urin atau
air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh
melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk
membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh
ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan
tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin disaring di dalam ginjal,
dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh
melalui uretra. Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa
metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik.
Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan
interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi
ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam
tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar
yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan
dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui
melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat
digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos. Diabetes adalah suatu
penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin seorang penderita diabetes
akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urin
orang yang sehat. Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti
racun atau obat-obatan dari dalam tubuh.
Anggapan
umum menganggap urin sebagai zat yang "kotor". Hal ini berkaitan
dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang
terinfeksi, sehingga urinnya pun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urin
sebenarnya cukup steril dan hampir bau yang dihasilkan berasal dari urea.
Sehingga bisa diakatakan bahwa urin itu merupakan zat yang steril
Urin dapat
menjadi penunjuk dehidrasi. Orang yang tidak menderita dehidrasi akan
mengeluarkan urin yang bening seperti air. Penderita dehidrasi akan
mengeluarkan urin berwarna kuning pekat atau cokelat.
Dukun Aztec
menggunakan urin untuk membasuh luka luar sebagai pencegah infeksi dan diminum
untuk meredakan sakit lambung dan usus.
Bangsa Romawi Kuno menggunakan urin sebagai
pemutih pakaian.
Di Siberia, orang Kroyak
meminum urin orang yang telah mengonsumsi fly agaric (sejenis jamur
beracun yang menyebabkan halusinasi bahkan kematian) atau sejenisnya untuk
berkomunikasi dengan roh halus.
Penggunaan
urin sebagai obat telah dilakukan oleh banyak orang, di antara mereka adalah
Mohandas Gandhi, Jim Morrison, dan Steve McQueen.
2.
Usus
Usus
adalah bagian dari sistem pencernaan
yang bermula dari lambung hingga anus
. Pada usus terdiri dari dua bagian: usus kecil dan usus besar (kolon). Pada usus kecil terbagi
lagi menjadi duodenum, jejunum, dan ileum,
sedangkan usus besar terbagi menjadi cecum,
kolon, dan rektum. [1] Secara makroskopis, usus halus
dibagi menjadi duodenum, jejunum dan ileum yang kontinyu satu sama lain dan
pada dasarnya mempunyai struktur histologis hampir sama
a.
Feses
Tinja atau
feses atau dalam bahasa kasarnya disebut tahi adalah produk buangan saluran pencernaan hewan
yang dikeluarkan melalui anus atau kloaka. Pada manusia, proses pembuangan kotoran dapat
terjadi (bergantung pada individu dan kondisi) antara sekali setiap satu atau
dua hari hingga beberapa kali dalam sehari. Pengerasan tinja atau feses dapat
menyebabkan meningkatnya waktu dan menurunnya frekuensi buang air besar antara pengeluarannya atau
pembuangannya disebut dengan konstipasi atau
sembelit. Dan sebaliknya, bila pengerasan tinja atau feses terganggu,
menyebabkan menurunnya waktu dan meningkatnya frekuensi buang air besar disebut dengan diare
atau mencret.
Bau khas
dari tinja atau feses disebabkan oleh aktivitas bakteri. Bakteri menghasilkan senyawa
seperti indole,
skatole,
dan thiol
(senyawa yang mengandung belerang), dan juga gas
hidrogen sulfida. Asupan makanan berupa
rempah-rempah dapat menambah bau khas feses atau tinja. Di pasaran juga
terdapat beberapa produk komersial yang dapat mengurangi bau feses atau tinja.
Tinja atau
feses baik dari hewan (lebih sering dipakai) maupun dari manusia (jarang
dipakai) dapat juga digunakan sebagai pupuk
kandang, sebagai sumber bahan bakar yang
disebut bio gas, namun beberapa kalangan menganggap
bahwa menggunakan kotoran manusia untuk pupuk atau keperluan lain adalah hal
yang dianggap kurang etis.
3.
paru-paru
Paru-paru
adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan
berhubungan dengan sistem peredaran
darah (sirkulasi) vertebrata yang
bernapas dengan udara. Fungsinya adalah menukar oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah.
Prosesnya disebut "pernapasan eksternal"
atau bernapas. Paru-paru juga mempunyai fungsi nonrespirasi. Istilah kedokteran
yang berhubungan dengan paru-paru sering mulai di pulmo-, dari kata Latin pulmones untuk paru-paru.
Karbon
dioksida (rumus kimia: CO2) atau zat asam
arang adalah sejenis senyawa kimia
yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat
secara kovalen dengan
sebuah atom karbon. Ia berbentuk gas
pada keadaan temperatur
dan tekanan standar dan hadir di atmosfer bumi. Rata-rata konsentrasi karbon
dioksida di atmosfer bumi kira-kira 387 ppm berdasarkan volume [1] walaupun jumlah ini bisa
bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu. Karbon dioksida adalah gas rumah kaca yang penting karena ia
menyerap gelombang inframerah dengan
kuat.
Karbon
dioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi, dan
mikroorganisme pada proses respirasi dan
digunakan oleh tumbuhan pada proses fotosintesis. Oleh karena itu, karbon
dioksida merupakan komponen penting dalam siklus karbon. Karbon dioksida juga
dihasilkan dari hasil samping pembakaran bahan bakar fosil. Karbon dioksida anorganik dikeluarkan dari gunung berapi dan proses geotermal
lainnya seperti pada mata air panas.
Karbon
dioksida tidak mempunyai bentuk cair pada tekanan di bawah 5,1 atm
namun langsung menjadi padat pada temperatur di bawah -78 °C. Dalam bentuk
padat, karbon dioksida umumnya disebut sebagai es kering.
CO2
adalah oksida
asam. Larutan CO2 mengubah warna lakmus dari biru menjadi merah muda.
4.
Kulit
Kulit
manusia terdiri atas epidermis, dermis,
dan hipodermis.
Kulit berfungsi sebagai alat ekskresi karena adanya
kelenjar keringat (kelenjar sudorifera) yang
terletak di lapisan dermis.
Keringat
adalah air yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat pada kulit
mamalia. Kandungan utama dalam keringat
adalah natrium klorida
(bahan utama garam dapur) selain bahan lain (yang mengeluarkan aroma) seperti
2-metilfenol (o-kresol) dan 4-metilfenol (p-kresol).
Pada manusia, keringat dikeluarkan untuk
mengatur suhu tubuh, walaupun ada yang beranggapan bahwa komponen dari keringat
laki-laki dapat berfungsi sebagai feromon[1].
Penguapan
keringat dari permukaan kulit memiliki efek pendinginan karena panas
laten penguapan air yang mengambil panas dari kulit. Oleh karena itu, pada cuaca
panas, atau ketika otot memanas karena bekerja keras, keringat dihasilkan.
Keringat meningkat dalam keadaan gugup dan mual, serta menurun dalam keadaan demam.
Hewan-hewan yang memiliki sedikit kelenjar keringat, seperti anjing, menurunkan temperatur tubuh dengan membuka
mulutnya sambul menjulurkan lidah (terengah-engah), sehingga air menguap dari
rongga mulut dan faringnya. Hewan primata dan kuda,
memiliki kelenjar keringat di ketiak seperti pada manusia.
5.
Hati
Hati (bahasa Yunani: ἡπαρ, hēpar) merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh,
terletak dalam rongga perut sebelah kanan, tepatnya di bawah diafragma. Berdasarkan fungsinya, hati juga
termasuk sebagai alat ekskresi. Hal ini dikarenakan hati membantu fungsi ginjal dengan cara memecah beberapa senyawa yang
bersifat racun dan menghasilkan amonia, urea, dan asam urat dengan memanfaatkan nitrogen dari asam amino. Proses pemecahan senyawa racun
oleh hati disebut proses detoksifikasi.
Lobus
hati terbentuk dari sel
parenkimal dan sel
non-parenkimal.[2]
Sel parenkimal pada hati disebut hepatosit, menempati sekitar 80% volume hati dan melakukan berbagai fungsi utama hati.
40% sel hati terdapat pada lobus sinusoidal. Hepatosit merupakan sel endodermal
yang terstimulasi oleh jaringan mesenkimal
secara terus-menerus pada saat embrio hingga berkembang
menjadi sel parenkimal.[3]
Selama masa tersebut, terjadi peningkatan transkripsi mRNA
albumin sebagai stimulan proliferasi dan
diferensiasi sel endodermal menjadi hepatosit.[4]
Lumen
lobus terbentuk dari SEC dan
ditempati oleh 3 jenis sel lain, seperti sel Kupffer, sel Ito, limfosit intrahepatik seperti sel pit. Sel non-parenkimal menempati
sekitar 6,5% volume hati dan memproduksi berbagai substansi yang mengendalikan
banyak fungsi hepatosit.
Filtrasi
merupakan salah satu fungsi lumen lobus sinusoidal yang memisahkan permukaan
hepatosit dari darah, SEC memiliki kapasitas endositosis yang sangat besar dengan
berbagai ligan seperti glikoprotein, kompleks imun, transferin dan seruloplasmin. SEC juga berfungsi sebagai
sel presenter antigen yang menyediakan ekspresi
MHC I
dan MHC II bagi sel T. Sekresi yang terjadi meliputi berbagai sitokina, eikosanoid
seperti prostanoid
dan leukotriena,
endotelin-1, nitrogen monoksida
dan beberapa komponen ECM.
Sel Ito berada pada jaringan
perisinusoidal, merupakan sel dengan banyak vesikel lemak
di dalam sitoplasma yang mengikat SEC sangat kuat
hingga memberikan lapisan ganda pada lumen lobus sinusoidal. Saat hati berada
pada kondisi normal, sel Ito menyimpan vitamin A guna mengendalikan kelenturan
matriks ekstraselular yang dibentuk dengan SEC, yang juga merupakan kelenturan
dari lumen sinusoid.
Sel Kupffer berada pada jaringan
intrasinusoidal, merupakan makrofaga dengan
kemampuan endositik dan fagositik yang mencengangkan. Sel Kupffer
sehari-hari berinteraksi dengan material yang berasal saluran pencernaan
yang mengandung larutan bakterial, dan mencegah aktivasi
efek toksin senyawa tersebut ke dalam hati. Paparan larutan bakterial yang
tinggi, terutama paparan LPS, membuat
sel Kupffer melakukan sekresi berbagai sitokina yang memicu proses peradangan dan dapat mengakibatkan cedera
pada hati. Sekresi antara lain meliputi spesi oksigen
reaktif, eikosanoid,
nitrogen monoksida,
karbon monoksida, TNF-α,
IL-10, sebagai respon kekebalan
turunan dalam fase infeksi primer.
Sel pit merupakan limfosit dengan granula
besar, seperti sel NK yang bermukim di hati. Sel pit dapat
menginduksi kematian seketika pada sel tumor tanpa bergantung pada ekspresi
antigen pada kompleks
histokompatibilitas utama. Aktivitas sel pit dapat ditingkatkan
dengan stimulasi interferon-γ.
6.
Sistem tubulus Malphigi (sistem ekskresi
serangga)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar